Kota Yogyakarta
tak dapat lepas dari sejarah makan Bakpia, Bakpia berasal dari negeri Tiongkok
atau Cina yang aslinya bernama Tou Luk Pia yang berarti kue pia kacang hijau.
Kue ini berbentuk bulat, Bakpia mulai berakulturasi dengan budaya Jawa bahkan
bisa menjadi makanan khas Yogyakarta adalah berkat keuletan dari Liem Yung Yen
(Pendiri Bakpia 75). Yung Yen ialah warga kampung Pathuk, wilayah sebelah barat
kawasan Pecinan ( Malioboro dan Gandekan). Awalnya ia menjajakan bakpia
itu dari kampung ke kampung-kampung di daerah Yogyakarta, itu dimulai pada tahun
1948. Selain itu Yung Yen juga melakukan inovasi pada isi bakpia dengan
menggunakan kacang hijau yang dihaluskan seperti yang sudah dapat kita lihat
sekarang. Waktu itu masih diperdagangkan secara eceran dan dikemas dalam besek
tanpa label, kemudian proses tersebut semakin berlanjut, mengalami perubahan
dengan kemasan karton yang dilengkapi label tempelan.
Bakpia modern dan banyak inovasi
Yung Yen terasa lebih membumi dan cocok dengan lidah Jawa, sehingga dengan
cepat masyarakat merespon positif terhadap bakpia tersebut. Lalu peluang
bisnispun segera direspon oleh warga Tionghoa yang lain yang berada didaerah
Pathuk. Tak sedikit yang kemudian mengikuti jejak Yung Yen untuk berjualan
bakpia isi kacang hijau. Bila orang Tionghoa lebih mengenal dengan nama Pia, namun
entah mengapa sebutan bakpia itu muncul dari lidah orang Jawa, kemungkinan
adalah untuk menggabungkan produk dari Yung Yen yaitu kata Bakpau dan Pia,
sehingga disingkat menjadi Bakpia. Namun Bakpau Yung Yen tidak seterkenal
Bakpianya sekarang.
Tidak hanya Yung Yen yang terkenal dengan Bakpia Pathuknya. Salah satu
produsen bakpia “pribumi” alias warga Yogyakarta yang cukup populer adalah pada
tahun 70-an adalah Nitigurnito yang tinggal di daerah Taman sari. Bakpia
buatanya agak berbeda dengan buatan Yung yen. Bakpia Nitigurnito lapisan
kulitnya lebih tebal, berwarna putih dengan bagian tengah menjadi kecoklatan
karena dipanggang, sedangkan Bakpia Pathuk berkulit tipis dan mudah
rontok.
Dalam waktu singkat, bakpia Nitigurnito menginspirasi warga sekitar Tamansari
untuk memproduksi dan membuka toko bakpia. Bahkan bagi warga asli Yogyakarta,
Bakpia Tamansarilah yang dianggap sebagai bakpia khas Yogyakarta. Namun
tampaknya etos dagang orang Jwa tidak seulet orang Tionghoa. Toko bakpia di
daerah Tamansari tidak bertahan lama, banyak toko yang tutup, sehingga industri
Bakpia di wilayah itu terpuruk dan tak meninggalkan sisa.
Khusus Bakpia
Tamansari, Bakpia Pathuk malah makin mencuat namanya, karena banyaknya warga
Pathuk yang membuat usaha Home Industri dengan mengikuti Jejak Yung Yen sebagai
pembuat Bakpia, maka kawasan tersebut dikenal sebagai sentral pembuatan dan
penjualan Bakpia yang paling terkenal di Yogyakarta. Kemasan Bakpianya pun
tampil dengan kemasan baru dengan merek dagang sesuai dengan nomor rumah
seperti 75,55,25 dan lainnya. Kemudian diikuti munculnya bakpia-bakpia dengan
inovasi yang berbeda. Demikian pesatnya perkembangan “kue oleh-oleh” itu hingga
mencapai booming sekitar tahun 1992 sampai sekarang sehingga menjadi ikon wisata
kota Yogyakarta dalam hal pusat oleh-oleh khas kota Yogyakarta.